Pertumbuhan investasi di Indonesia pada kuartal II 2025 yang mencapai Rp477,7 triliun adalah sebuah pencapaian yang patut diacungi jempol. Kenaikan 2,7% dari kuartal sebelumnya menunjukkan bahwa ekonomi Indonesia cukup kuat menghadapi ketidakpastian global dan kepercayaan investor masih tinggi. Di tengah dinamika geopolitik, fluktuasi pasar global, serta ketegangan rantai pasok dunia, pencapaian ini adalah bukti bahwa Indonesia masih menjadi destinasi strategis bagi investor domestik maupun asing.
Namun, di balik angka yang mengesankan tersebut, ada beberapa hal yang perlu diwaspadai, terutama penurunan Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar 6,9% dari tahun lalu. Penurunan ini tidak bisa dianggap remeh, karena PMA penting untuk transfer teknologi, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan produktivitas.
Indonesia kini berada di persimpangan jalan, antara menjaga momentum pertumbuhan dan memastikan pembangunan berjalan merata dan berkualitas. Tantangan seperti ketimpangan distribusi lapangan kerja, konsentrasi ekonomi di perkotaan, serta ancaman otomatisasi terhadap sektor manufaktur dan pertanian perlu ditangani secara strategis.
Kebijakan pemerintah untuk mendorong hilirisasi industri, terutama sektor mineral, adalah langkah yang tepat. Kebijakan ini tidak hanya meningkatkan nilai ekspor, tapi juga mendorong pembangunan kawasan industri baru di luar Pulau Jawa. Buktinya penciptaan lebih dari 665.000 lapangan kerja baru, di mana hampir separuhnya berada di luar Pulau Jawa, merupakan langkah maju dalam agenda pemerataan pembangunan artinya pemerataan mulai membuahkan hasil.
Meskipun demikian, pertumbuhan investasi harus diiringi dengan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Hal ini menjadi pekerjaan rumah bersama. Peningkatan pendidikan vokasi, pelatihan berbasis industri, dan literasi digital menjadi sangat penting untuk menciptakan pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan. Kondisi 20% anak muda Indonesia yang tidak bekerja atau sekolah (NEET) adalah tantangan besar yang bisa menggagalkan bonus demografi jika tidak segera diatasi.
Selain itu, kepastian hukum dan regulasi yang stabil adalah kunci. Investor, terutama asing, sangat sensitif terhadap perubahan kebijakan yang tidak terduga. Oleh karena itu, diperlukan komitmen dari berbagai pihak dan visi pembangunan yang berkelanjutan, agar iklim investasi tidak terganggu saat terjadi pergantian pemerintahan.
Pemerintah punya target ambisius, yaitu investasi sebesar Rp13.000 triliun dalam lima tahun ke depan. Target ini bukan hanya soal mengumpulkan modal, tapi juga tentang bagaimana investasi tersebut disalurkan, kualitasnya, dan arahnya. Investasi yang hanya berfokus pada sektor padat modal tanpa menciptakan lapangan kerja dan pemberdayaan lokal hanya akan menciptakan kesenjangan baru.
Sebagai bangsa yang sedang berupaya menjadi kekuatan ekonomi global, Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam dan manusia yang melimpah. Yang kita butuhkan adalah keberanian untuk membuat kebijakan jangka panjang, konsistensi dalam pelaksanaannya, serta kemauan untuk memperkuat fondasi ekonomi yang tangguh.
Momentum pertumbuhan sudah ada di tangan kita. Tantangannya adalah memastikan bahwa pertumbuhan yang kita kejar adalah pertumbuhan yang bermartabat: menyentuh semua kalangan, merangkul mereka yang tertinggal, dan membangun Indonesia dari pinggiran.
Untuk itu, saya merekomendasikan beberapa langkah prioritas:
1. Pemerataan Lapangan Kerja
Kebijakan afirmatif yang mendorong penyebaran investasi ke luar Pulau Jawa harus diperkuat. Insentif fiskal, pembangunan infrastruktur, dan kemudahan perizinan harus difokuskan pada daerah tertinggal.
2. Penguatan SDM dan Vokasi
Pendidikan dan pelatihan vokasi harus didesain selaras dengan kebutuhan industri masa depan. Kolaborasi antara pemerintah, dunia usaha, dan lembaga pendidikan adalah keniscayaan.
3. Kepastian Hukum bagi Investor
Reformasi birokrasi dan kepastian hukum harus menjadi fondasi. Investor butuh regulasi yang jelas, konsisten, dan dapat diprediksi.
4. Sinkronisasi Nasional–Daerah
Pembangunan harus bersifat menyeluruh. Investasi pusat tanpa dukungan kebijakan daerah hanya akan menciptakan ketimpangan baru.
Hai, saya Akril Abdillah – penulis, penggerak, dan pembelajar. Saya suka membagikan insight tentang manajemen, kepemudaan, dan pembangunan.
