Batas Waktu Gencatan Dagang AS-China: Perang Tarif atau Perang Pengaruh?

Gencatan dagang 90 hari antara AS dan China telah berakhir. Ini adalah titik penting yang dapat menentukan bagaimana hubungan antara dua ekonomi terbesar di dunia berjalan. Apakah mereka akan terlibat lagi dalam perang tarif atau melanjutkan kerja sama? 

Presiden AS Donald Trump tetap mempertahankan ancamannya untuk menaikkan tarif impor China hingga 245% meskipun negosiasi sedang berlangsung. Di sisi lain, Kementerian Luar Negeri China telah menyatakan keinginan mereka untuk bekerja sama dengan AS “berdasarkan kesetaraan dan saling menghormati.”

Bagi Trump, tarif bukan hanya alat ekonomi, melainkan simbol kedaulatan dan daya tawar. Trump berusaha mengurangi defisit perdagangan dan memberikan sinyal politik kepada pemilihnya dengan menuntut China untuk meningkatkan pembelian kedelai AS. Namun, akibatnya tidak dapat diabaikan. Menurut Goldman Sachs, jika kebijakan ini terus berlanjut, beban tarif konsumen AS dapat meningkat hampir tiga kali lipat. 

China tidak berdiam diri selama ini. China menjawab dengan tarif hingga 125%, menunjukkan bahwa Beijing tidak akan membiarkan tekanan eksternal mengubah rencana bisnisnya. Dalam perspektif geopolitik, ini bukan hanya tentang barang dan jasa; itu juga tentang siapa yang akan bertanggung jawab atas aturan perdagangan global di abad ke-21.

Dinamika baru dalam perang perdagangan ini terlihat dari kesepakatan yang dibuat antara Nvidia dan AMD bahwa mereka harus membayar lima belas persen dari keuntungan penjualan chip canggih mereka ke China untuk mendapatkan izin ekspor. Seorang mantan negosiator perdagangan Amerika Serikat Stephen Olson menyebutnya “monetisasi kebijakan perdagangan AS.” Artinya, pemerintah membayar perusahaan domestik untuk memasuki pasar internasional. Ini mengarah pada preseden berbahaya di mana pungutan politik dan lisensi akan mengatur perdagangan global daripada pasar bebas.

Ketidaksepakatan yang terjadi antara AS dan China bukan hanya masalah antara dua negara. Rantai pasokan global dapat terganggu jika terjadi perang tarif, memicu inflasi di banyak negara, dan memperlambat pemulihan ekonomi setelah pandemi. Negara-negara berkembang yang bergantung pada perdagangan dengan kedua negara ini akan menghadapi tantangan. 

Mereka mungkin harus memilih antara dua opsi, yang mungkin mahal dan kompleks. Dunia akan menghadapi peningkatan ketidakpastian ekonomi jika gencatan dagang tidak diperpanjang. Dibutuhkan diplomasi perdagangan yang tidak hanya berfokus pada jumlah impor dan ekspor tetapi juga mekanisme kolaborasi dalam hal teknologi, keamanan pasokan, dan standar industri.

Perang dagang yang sedang berlangsung antara Amerika Serikat dan China bukan hanya masalah antara dua negara, melainkan pertarungan kuasa yang akan memengaruhi ekonomi global selama beberapa dekade ke depan. 

Pada saat ini, baik AS maupun China harus memahami bahwa kemenangan penuh dalam perang dagang adalah ilusi. Meskipun setiap langkah ke arah eskalasi mungkin terlihat menguntungkan di dalam negeri, pada kenyataannya mereka merusak kepercayaan internasional dan mengganggu stabilitas ekonomi global.

Strategi de-eskalasi tidak berarti menyerah atau melemah, melainkan mengubah cara berpikir menjadi lebih konstruktif. Ada tiga rute yang dapat diambil. Yang pertama adalah diplomasi tarif bertahap, yang bertujuan untuk mengurangi tarif secara signifikan sambil berkomitmen pada komitmen nyata, seperti target pembelian atau akses pasar yang transparan. Kedua, koordinasi Teknologi dan Rantai Pasok berarti menetapkan standar keamanan dan transparansi dalam perdagangan barang strategis seperti chip, sehingga lisensi ekspor tidak lagi menjadi senjata politik. Ketiga, Platform Multilateral berarti menghidupkan kembali fungsi WTO atau mendirikan forum perdagangan baru untuk menangani konflik dengan cara yang adil daripada hanya menggunakan kekerasan atau retaliasi.

Strategi ini diperlukan, jika tidak, gencatan dagang hanya akan menjadi jeda singkat sebelum bencana berikutnya muncul. Dunia membutuhkan mekanisme yang menjamin bahwa perbedaan kepentingan tidak selalu mengarah pada perang tarif, tetapi pada solusi yang menguntungkan satu sama lain.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *