Di bagian tengah-timur Pulau Muna, tepatnya di Kecamatan Kontunaga, tersembunyi sebuah desa yang kaya akan nilai-nilai budaya yang menjaga erat warisan para leluhur. Desa Masalili, sebuah wilayah yang tidak hanya dianugerahi keindahan alam, tetapi juga menyimpan warisan budaya yang begitu istimewa yakni Tenun Masalili.
Desa Masalili, merupakan permata budaya di tanah Muna, Sulawesi Tenggara, adalah rumah bagi para penenun ulung yang merajut sejarah dalam setiap helai benang. Di sini, tradisi bukan sekadar warisan, melainkan napas kehidupan. Tenun Masalili bukan hanya kain ia adalah lambang kehormatan, cermin jati diri, dan cerita filosofi hidup yang diwariskan para leluhur.
Tenun Masalili adalah kain tenun khas yang memiliki motif dominan berupa garis-garis dengan perpaduan warna yang khas, seperti kuning dan cokelat. Yang membuatnya semakin unik adalah teknik pewarnaannya yang masih menggunakan pewarna buatan tradisional. Kain ini bahkan pernah dikenakan oleh Presiden Joko Widodo dalam kunjungan resmi, menjadikannya semakin dikenal di kancah nasional.
Di Desa Masalili, menenun bukan sekadar keterampilan ia adalah denyut kehidupan, warisan jiwa yang mengalir dalam darah setiap perempuan masalili. Hampir seluruh perempuan di tanah ini mewarisi kepiawaian menenun (soro, dalam bahasa Muna), sebuah seni yang dipelajari bukan dari buku, melainkan dari mata yang awas dan hati yang tekun. Sejak usia belia, anak-anak perempuan duduk bersila di samping ibu mereka, menyaksikan dengan takzim benang demi benang ditata, dipintal, dan dirangkai dengan katai, bahasa muna alat tenun kayu. Di sanalah cinta, kesabaran, dan kebijaksanaan ditenun bersama waktu.
Setiap helai benang yang dirangkai oleh tangan-tangan perempuan Masalili merupakan hasil dari proses panjang yang memerlukan ketelatenan, keuletan, dan dedikasi. Tenun ini biasanya digunakan dalam upacara adat, pesta pernikahan, dan berbagai perayaan budaya. Tak jarang pula menjadi simbol status sosial dan kearifan seorang perempuan dalam masyarakat.
Seiring perkembangan zaman, Tenun Masalili kini mulai dilirik sebagai potensi ekonomi kreatif yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Kelompok-kelompok penenun perempuan mulai membentuk koperasi, didukung pelatihan dari pemerintah dan lembaga swasta, demi memperkuat kapasitas mereka dalam produksi, pemasaran, dan inovasi desain.
Kehadiran generasi muda yang mulai tertarik belajar menenun menjadi harapan baru dalam menjaga kelestarian tradisi ini. Tenun Masalili bukan hanya dipertahankan sebagai warisan budaya, tetapi juga dikembangkan sebagai komoditas unggulan yang memiliki daya saing di pasar lokal maupun nasional.
Dengan kekayaan budaya yang dimilikinya, Desa Masalili memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai desa wisata budaya. Wisatawan dapat menyaksikan langsung proses menenun, belajar sejarah dan filosofi motif, hingga membeli produk tenun sebagai oleh-oleh khas yang autentik. Pada tahun 2022, Kampung Tenun Masalili berhasil masuk dalam nominasi 50 besar Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) yang diselenggarakan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI.
Desa Masalili adalah cerminan harmoni antara budaya dan inovasi. Dengan tenun sebagai identitas budaya dan teknologi sebagai jembatan ke dunia luar, desa ini terus melangkah maju. Dari benang-benang yang ditenun di rumah-rumah kayu sederhana, hingga panggung nasional yang kini menyambut wastra Masalili, semuanya adalah bukti bahwa budaya lokal mampu menjadi kekuatan global.
Desa Masalili dengan pesona Tenun Masalili adalah contoh bagaimana tradisi dan masa depan dapat berjalan beriringan. Dengan tetap menjaga akar budaya sekaligus membuka diri terhadap inovasi, Masalili bukan hanya menjaga warisan nenek moyang, tetapi juga merajut masa depan yang lebih cerah bagi generasi mendatang.
Di balik setiap helaian tenun Masalili, terpatri kisah yang tak kasat mata kisah tentang ketekunan yang membisu, cinta yang mengakar pada budaya, dan semangat yang abadi melintasi zaman. Masalili bukan sekadar jejak masa lalu, melainkan pelita yang menuntun masa depan: sebuah desa yang berdenyut dengan kebudayaan, berdiri mandiri, dan melangkah percaya diri dalam arus zaman yang terus berubah.
Hai, saya Akril Abdillah – penulis, penggerak, dan pembelajar. Saya suka membagikan insight tentang manajemen, kepemudaan, dan pembangunan.
