Payment ID Bakal Diluncurkan, FORMASI Keuangan Tekankan Pentingnya Keamanan Data

Jakarta,— Peluncuran Payment ID oleh Bank Indonesia pada momen bersejarah 17 Agustus 2025 menjadi penanda era baru dalam sistem pembayaran nasional. Inisiatif ini dinilai sebagai langkah besar menuju sistem keuangan yang lebih terintegrasi, berbasis identitas tunggal, dan bertumpu pada kekuatan data digital.

Koordinator Nasional Forum Rakyat dan Mahasiswa untuk Reformasi Keuangan (FORMASI Keuangan), Akril Abdillah, menyambut baik inovasi tersebut. Ia menyebut Payment ID sebagai simbol kemajuan dan kedaulatan data nasional, sekaligus representasi dari modernisasi sektor keuangan yang sudah lama dinantikan.

Namun di balik apresiasi itu, Akril juga mengingatkan adanya risiko serius yang tak bisa diabaikan terutama soal potensi kebocoran dan penyalahgunaan data pribadi masyarakat. Dengan Payment ID yang terintegrasi langsung dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan seluruh jejak transaksi digital seseorang, maka sistem ini menyimpan kekuatan besar sekaligus kerentanan yang tinggi.

“Sebuah sistem sekuat ini membutuhkan pengamanan ekstra dan tata kelola data yang betul-betul transparan. Jika tidak, alih-alih memperkuat keuangan nasional, kita justru berisiko memperlemah hak-hak dasar warga negara atas privasi dan kendali atas data pribadinya,” ujar Akril Abdillah di Jakarta, 23/7/2025.

FORMASI Keuangan menegaskan pentingnya prinsip perlindungan data, edukasi publik yang merata, serta pengawasan independen dalam implementasi Payment ID. Karena dalam dunia digital, data adalah kekuasaan, dan kekuasaan yang tak dikontrol bisa berubah menjadi ancaman.

Akril mengingatkan bahwa Indonesia bukan negara asing terhadap kasus kebocoran data. Beberapa insiden kebocoran data dari institusi besar dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan lemahnya perlindungan siber nasional. Dalam konteks Payment ID, data yang dikumpulkan tidak hanya berupa nama dan alamat, tetapi juga rekam jejak transaksi, pengeluaran, pinjaman, dan bahkan pola konsumsi seseorang.

“Ini bukan hanya tentang akses ke rekening, ini adalah potret keuangan lengkap seseorang yang bisa dimanfaatkan secara salah baik oleh oknum internal lembaga keuangan maupun oleh pihak ketiga yang tidak bertanggung jawab,” tambahnya.

Lebih lanjut, FORMASI Keuangan menilai bahwa mekanisme “persetujuan pengguna (consent)” sebagaimana dijanjikan Bank Indonesia masih menyisakan pertanyaan besar. Di tengah rendahnya literasi digital masyarakat, ada kekhawatiran bahwa consent hanya akan menjadi formalitas belaka, bukan bentuk persetujuan yang benar-benar dipahami dan disadari sepenuhnya oleh masyarakat.

“Yang kita khawatirkan adalah persetujuan yang didapat tanpa pemahaman. Masyarakat menekan tombol ‘setuju’ hanya karena tidak tahu apa dampaknya. Ini bukan persetujuan yang etis,” tegas Akril.

FORMASI Keuangan juga mengkritisi minimnya wacana tentang mekanisme pengawasan independen, serta belum adanya jaminan hukum yang tegas jika terjadi penyalahgunaan data oleh lembaga keuangan atau mitra teknologi.

“Payment ID bisa saja menjadi alat bantu yang efektif untuk pengawasan keuangan, tetapi tanpa prinsip akuntabilitas dan perlindungan data yang kokoh, sistem ini bisa berubah menjadi alat yang mengancam kebebasan ekonomi individu,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *